Sejarah Singkat VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie)






Merdeka!!!

Sejarah Singkat VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) - VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) merupakan sebuah kongsi dagang buatan Belanda yang didirikan tanggal 20 Maret 1602 dan resmikan di Amsterdam. Tujuan pembentukan kongsi dagang ini adalah :
1. Menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama kongsi pedagang Belanda yang telah ada.
2. Memperkuat kedudukan para pedagang Belanda dalam menghadapi persaingan dengan para pedagang negara lain.
3. Sebagai kekuatan revolusi (dalam perang 80 tahun), sehingga VOC memiliki tentara.

   VOC dipimpin oleh sebuah dewan yang disebut "Dewan Tujuh Belas" yang dalam bahasa Belanda dinamakan Heeren XVII. Mereka terdiri atas delapan perwakilan kota pelabuhan dagang di Belanda. Markas besar VOC beada di Amsterdam, Dalam menjalankan tugasnya VOC memiliki beberapa wewenang yang sering disebut dengan Hak Oktroi, wewenang tersebut antara lain :
1. Melakukan monopoli perdagangan di wilayah antara Tanjung Harapan  sampai selat Magelhaens.
2. Membentuk angkatan perang sendiri.
3. Melakukan peperangan.
4. Mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat.
5. Mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri.
6. Mengangkat pegawai sendiri.
7. Memerintah di negeri jajahan.



Pieter Both
   Sebagai kongsi dagang yang memiliki hak istimewah, yang dapat membentuk angkatan perang dan melakukan peperangan, maka VOC bersifat ekspansif. VOC terus berusaha untuk memperluas daerah-daerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan dan monopolinya. VOC juga memandang bangsa-bangsa lain sebagai musushnya.

    VOC mengawali ekspansinya pada tahun 1605 di Indonesia dan telah berhasil mengusir Portugis dari tanah Ambon. Benteng pertahanan Portugis di Ambon dapat diduduki oleh VOC dan diberi nama Nieuw Victoria. Pada awal pertumbuhannya, Dewan Tujuh Belas secara langsung harus menjalankan tugas-tugas dan menjalankan dan harus menyelesaikan berbagai urusan VOC, termasuk urusan ekspansi untuk memperluas daerah monopoli. untuk mempermudah tugas-tugas Dewan Tujuh Belas maka dibentuklah jabatan Gubernur Jenderal. Gubernur Jenderal merupakan jabatan tertinggi yang bertugas mengendalikan daerah kekuasaan di daerah jajahan. Di samping itu, dibentuk juga Dewan Hindia yang bertugas untuk memberi nasihat dan mengawasi kepemimpinan Gubernur Jenderal.


Baca Juga :Sejarah Perundingan Linggarjati

   Gubernur Jenderal pertama adalah Pieter Both yang menjabat dari tahun 1602-1614. Sebagai Gubernur Jenderal pertama maka ia harus membentuk kongsi dagang dengan sebaik-baiknya agar cita-cita VOC dapat tercapai. Pieter Both pertama membangun pos perdagangan di Banten pada tahun 1610. Pada Tahun itu Pieter Both meninggalkan Banten dan berhasil memasuki Jayakarta. Pada waktu itu Jayakarta berada dalam pemerintahan Pangeran Wijayakrama, ia merupakan Pangeran yang sangat terbuka dengan perdagangan, sehingga VOC dapat diterima dengan mudah. Kemudian pada tahun 1611 Pieter Both berhasil mengadakan perjanjian dengan penguasa Jayakarta untuk membeli sebidang tanah dengan luas 50x50 vadem (satu vadem sama seperti 182 cm) yang berlokasi di sebal timur Muara Ciliwung. Tanah inilah yang menjadi hunian VOC di tanah Jawa.




J.P Coen

   Pada tahun 1614 Pieter Both digantikan Gubernur Jenderal Gerard Reynst, ia memerintah dari tahun 1614-1615. Berjalan satu tahun ia digantikan gubernur jenderal yang baru yakni Laurens Reael  yang menjabat dari tahun 1615-1619. pada masa Laurens ini berhasil membangun Gedung Mauritius yang berlokasi di tepi sungai Ciliwung.

   Orang Belanda sangat cerdik dan licik, awalnya mereka bersifat baik, dan bersahabat dengan rakyat agar mereka dapat diterima, namun sikap keterbukaan rakyat Indonesia dimanfaatkan oleh orang Belanda untuk membangun pertahanan dinusantara. lama-kelamaan orang Belanda mulai menunjukan sikap congak dan sombongnya. Setelah merasakan nikmatnya tinggal di Nusantara dan menikmati keuntungan yang berlimpah, Belanda semakin bernafsu untuk menguasai Indonesia. Untuk berhasil menguasai Indonesia Belanda melakukan tindakan pemaksaan terhadap rakyat Indonesia. Oleh karena iyu tidak jarang terjadi perlawanan terhadap Belanda.

    Pada tahun 1619 Gubernur Jenderal Laurens Reael digantikan oleh Guberbur Jenderal Jan Pieterzoon Coen (J.P Coen). J.P Coen dikenal sebagai gubernur jenderal yang kejam dan berani serta ambisius. Oleh karena itu, merasa bangsanya dipermalukan ketika perlawanan Banten yang di bantu oleh Inggris, J.P Coen menyiapkan pasukan untuk menyerang Jayakarta. Dengan armada laut 18 kapal perangnya VOC berhasil menduduki Jayakarta. Dan pada tanggal 30 Mei 1619 Kota Jayakarta dibumi hanguskan oleh J.P Coen dan dibangunlah kota baru bergaya Belanda yang dinamakan Batavia sebagai pengganti nama Jayakarta. J.P Coen berusaha menguasai eksploitasi kekayaan bumi Nusantara untuk kepentingan pribadi dan negerinya. Cara-cara untuk meningkatkan eksploitasi kekayaan alam dilakukan, antara lain:
1. Merebut pasaran produksi pertanian, biasanya dengan memaksakan monopoli , seperti monopoli rempah-rempah.
2. Tidak aktif secara langsung dalam kegiatan produksi hasil pertanian. Cara memproduksi hasil pertanian dibiarkan berada ditangan kaum pribumi, tetapi yang penting VOC dapat memperoleh hasil pertanian dengan mudah.
3. VOC selalu mengincar dan berusaha kers untuk menduduki tempat tempat yang memiliki posisi strategis. Cara cara yang dilakukan selain kekerasan dan peperangan, juga melakukan politik adu domba.
4. VOC melakukan campur tangan terhadap kerjaan di Nusantara, terutama menyangkut usaha pengumpulan hasil bumi dan melaksanakan monopoli.
5. Lembaga-lembaga pemerintahan tradisional/kerajaan masih tetap  dipertahankan dengan harapan dapat dipengaruhi.

Cara-cara seperti monopoli , intervensi dan politik adu domba sering diterapkan oleh Belanda dalam menerapkan penjajahannya.




   Setelah berhasil membangun Batavia dan meletakkan dasar-dasar penjajahan di Nusantara, pada tahun 1623 J.P. Coen kembali ke negeri Belanda. Ia menyerahkan kekuasaannya kepada Pieter de Carpentier. Tetapi oleh pimpinan VOC di Belanda, J.P. Coen diminta kembali ke Batavia. Akhirnya pada tahun 1627 J.P. Coen tiba di Batavia dan diangkat kembali sebagai Gubernur Jenderal untuk jabatan yang kedua kalinya. J.P. Coen semakin congkak dan kejam dalam menjalankan kekuasaannya di Nusantara. Berbagai bentuk tindakan kekerasan, tipu muslihat dan politik devide et impera terus dilakukan. Rakyat pun semakin menderita. Pada masa jabatan yang kedua J.P. Coen ini pula terjadi serangan tentara Mataram di bawah Sultan Agung ke Batavia.


Baca Juga :Sejarah Singkat Jenderal Soedirman

   Batavia senantiasa memiliki posisi yang strategis. Batavia dijadikan markas besar VOC. Semua kebijakan dan tindakan VOC dikawasan Asia dikendalikan dari markas besar VOC di Batavia. Selain itu Batavia juga terletak pada persimpangan atau menjadi penghubung jalur perdagangan internasional. Batavia menjadi pusat perdagangan dan jalur yang menghubungkan perdagangan di Nusantara bagian barat dengan Malaka, India, kemudian juga menghubungkan dengan Nusantara bagian timur. Apalagi Nusantara bagian timur ini menjadidaerah penghasil rempah-rempah yang utama, maka posisi Batavia yang berada di tengah-tengah itu menjadi semakin strategis dalam perdagangan rempah-rempah.

   VOC semakin barnafsu dan menunjukkan keserakahannya untuk menguasai wilayah Nusantara yang kaya rempah-rempah ini. Tindakan intervensi politik terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara dan pemaksaan monopoli perdagangan terus dilakukan. Politik devide et impera dan berbagai tipu daya juga dilaksanakan demi mendapatkan kekuasaan dan keuntungan sebesar-besarnya. Sebagai contoh, Mataram Islam yang merupakan kerajaan kuat di Jawa akhirnya juga dapat dikendalikan secara penuh oleh VOC. Hal ini terjadi setelah dengan tipu muslihat VOC, Raja Pakubuwana II yang sedang dalam keadaan sakit keras dipaksa untuk menandatangani naskah penyerahan kekuasaan Kerajaan Mataram Islam kepada VOC pada tahun 1749. Tidak hanya kerajaan-kerajaan di Jawa, kerajaan-kerajaan di luar Jawa berusaha ditaklukkan.

   Untuk memperkokoh kedudukannya di Indonesia bagian barat dan memperluas pengaruhnya di Sumatera, VOC berhasil mengusai Malaka. Hal itu terjadi setelah VOC berhasil mengalahkan Portugi pada tahun 1641. Berikutnya VOC berusaha meluaskan pengaruhnya ke Aceh. Kerajaan Makasar di bawah Sultan Hasanuddin yang tersohor di Indonesia bgian timur juga berhasil dikalahkan setelah terjadi perjanjian Bongaya tahun 1667. Dari Makasar VOC juga berhasil memaksakan kontrak dan monopoli perdagangan dengan Raja Sulaiman dari Kalimantan Selatan. Pelaksanaan monopoli di kawasan ini dilaksanakan melalui Pelayaran Hongi.


Baca Juga :Krisis Moral Remaja Indonesia Yang Semakin Membahayakan

   Pengaruh dan kekuasaan VOC semakin meluas. Untuk mempertahankan kebijakan monopoli disetiap daerah yang dipandang strategis, maka armada VOC diperkuat. Benteng-benteng pertahanan dibangun. Sebagai contoh Benteng Doorstede dibangun di Saparau, Benteng Nasau  di Banda, di Ambon sudah ada Benteng Niew Victoria, Benteng Oranye di Ternate, dan Benteng Rotterdam di Makasar.

VOC juga memperluas pengaruhnya hingga ke Irian/Papua yang dikenal sebagai daerah yang masih tertutup hutan belantara. Orang Belanda yang pertama kali datang ke Papua ialah Willem Janz. Duyke dan berhasil memasuki tanah Papua pada tahun 1606 . Pada waktu itu Belanda memerlukan bantuan budak, maka banyak diambil dari orang-orang Irian. Pengaruh VOC di Irian semakin kuat, bahkan pada tahun 1667 pulau pulau yang termasuk wilayah irian yang semula berada di bawah kekuasan kerajaan Tidore sudah berpindah di tangan VOC.  

   Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-18, VOC mengalami puncak kejayaan. Penguasa dan kerajaan-kerajaan lokal di Nusantara umumnya berhasil dikuasai. Kerajaan-kerajaan itu sudah menjadi bawahan dan pelayan kepentingan VOC. Jalur perdagangan yang dikendalikan VOC menyebar luas membentang dari Amsterdam, Tanjung Harapan, India sampai Irian/Papua. Keuntungan perdagangan rempah-rempah juga melimpah.

   Namun dibalik itu banyak persoalan-persoalan yang muncul. Smakin banyak daerah daerah dikuasai ternyata membuat masalah pengolaan menjadi kompleks. Kota batavia semakin ramai, orang-orang timur seperti Cina dan Jepang diizinkan tinggal di Batavia, hingga Batavia semakin dibanjiri penduduk.


Willem Janz

   Pada tahun 1749 terjadi perubahan mendasar dalam kepengurusan VOC. Pada tanggal 27 Maret 1749, Parlemen Belanda mengeluarkan UU yang menetapkan bahwa Raja Willem IV sebagai penguasa tertinggi VOC. Dengan demikian, anggota kepengurusan "Dewan Tujuh Belas" yang semula dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang saham, kemudian sepenuhnya berada ditangan Raja. Dengan demikian, VOC berada dibawah kekuasaan raja, pengurus VOC mulai akrab dengan pemerintah Belanda. Pengurus VOC tidak berfikir lagi untuk memajukan usaha perdagangan namun mereka berfikir untuk memperkaya dirinya sendiri. Karena serangkaian perang yang dilakukan VOC dan juga banyaknya hutang, kas VOC mulai merosot.

    Sementara itu para pejabat VOC sudah mulai menunjukan sikap gila hormat yang cenderunga feodalis. Pada 24 Juni 1719 Gubernur Jenderal Henricus Zwaardecroon mengeluarkan ordonasi untuk mengatur tata cara hormat terhadap gubernur jenderal, kepada dewan berserta anak-anaknya. Kemudian Gubernur Jenderal Jacob Mosel juga mengeluarkan ordonasi yang mengatur kendaraan kebesaran, misalnya  kerata yang ditarik oleh enam ekor kuda dan berhias emas yang menawan. Hal tersebut tentu dapat membebani anggaran.
    
    Sistem upeti juga diterapkan sebagi imbalan dari pejabat yang rendah kepada pejabat yang lebuh tinggi. Semua itu bermuatan korupsi, Gubenur Jenderal Van Hoorn konon menumpuk harta sampai 10 juta gulden saat ia kembali ke Belanda, sementara gajinya hanya sekitar 700 gulden sebulan. Demikianlah para pejabat VOC yang terjangkit penyakit korupsi karena gila akan kekayaan. Hal tersebut semakin membuat beban hutang VOC bertambah, hingga pada akhirnya VOC sendiri bangkrut dan gulung tikar.

    Dalam kondisi ini VOC tidak dapat berbuat banyak, oleh karena itu pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dinyatakan bubar, semua utang piutang VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda. Pada saat itu Gubernur Jenderal terakhir Van Overstraten, ia harus bertanggung jawab tentang keadaan di Hindia Belanda, ia bertugas memprtahankan Jawa dari serangan Inggris.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

2 komentar

komentar
February 22, 2018 at 12:25 AM delete

sangat bermanfaat mas bagi anak sekolahan, karena pelajaran sejarah seperti ini sudah mulai memudar di sekolah, kehadiran blogg mas mengingatkan akan masa perjuangan2 pahlawan kita

Reply
avatar
February 22, 2018 at 4:03 AM delete

Makasih mas, semoga dapat bermanfaat, jika ada pertanyaan bisa tulis di kolom komentar :)

Reply
avatar

Berkomentarlah dengan bijak, jangan gunakan kata kata yang menjurus ke permusuhan, dan jangan saling memaki. Pererat Tali Persaudaraan